Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua secara resmi berdiri pada tanggal 26 Oktober 1956 setelah 101 tahun injil masuk dan Pekabaran Injil dilakukan di Papua. Sebagaimana diketahui oleh kebanyakan orang bahwa 2 (dua) penginjil yang dikirim oleh Zending Gossner dan UZV di Belanda bernama Call Willhelm Ottow dan Johan Gottlob Geissler pertama kali mendarat di Pulau Mansinam,teluk Doreh, Manokwari pada tanggal 5 Februari 1955. Dari Mansinamlah, Injil (berita keselamatan) mulai dikabarkan ke seluruh pelosok Tanah Papua.
Tiga Puluh tahun, akhirnya berdiri Universitas Kristen di Papua.
Pendirian Universitas Ottow dan Geissler Papua diawali dengan kesepakatan dari sejumlah tokoh Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua tentang pentingnya mendirikan sebuah universitas Kristen di Tanah Papua. Kemudian Badan Pengurus Yayasan Ottow dan Geissler (YOG) dibentuk dan mendirikan Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) yang merupakan cikal bakal Universitas Kristen Ottow dan Geissler.
Dengan segala keterbatasan, kegiatan akademis APP berjalan sejak 1981. Satu semester 1981/1982, APP menggunakan bangunan SD dan SMP YPK Paulus Dok V Jayapura. Pada Hari ulang tahun GKI ke-25 yang jatuh pada tanggal 26 Okbober 1981 YOG mendapat izin operasional dari Pemerintah RI. Saat itu diresmikan, YOG yang hanya memiliki satu program studi, yaitu Managemen Perusahaan untuk jenjang pendidikan Diploma (D3). Saat itu APP dipimpin oleh Ottow Wospakrik (alm) yang menjabat sebagai Direktur, G.M. Satya wakil Direktur, Sri Raharjo (Alm) sebagai pembantu Direktur I, D.Asmuruf (alm) sebagi pembantu Direktur II , dan L.Samori (alm) pembantu Direktur III. Nama Ottow Geissler yang disandang oleh Universitas Ottow Geissler Papua adalah nama dua penginjil pertama yang masuk di Irian Jaya (Papua) tepatnya di Pulau Mansinam, teluk Doreh, Manokwari pada tanggal 5 Februari 1955. Maksud menyandang dua nama rasul tersebut adalah selain mengenan rasul-rasul pertama tersebut, juga jiwa dan semangat kepeloporan dalam pembangunan dan perubahan yang telah dirintis oleh mereka, ingin dilanjutkan oleh generasi terdidik melalui lembaga Universitas Ottow Geissler Papua untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di Irian Jaya (Papua).
Sejak itu badan pengurus YOG secara resmi terdaftar ke Notaris Raden Roro Nining Soektri,SH dengan Nomor : 349/P.N/70/PDT/1980 pada 5 Februari 1981. Nama Ottow dan Geissler dipilih sebagai suatu penghargaan, sebab kedua orang tersebut dianggap sebagai rasul pertama yang membawa Injil masuk ke Tanah Papua di pulau Mansinam 5 Februari 1855 silam. GKI merupakan promotor utama yang dikelola oleh Yayasan Ottow dan Geissler di Tanah Papua.
Wacana untuk menjadikan Universitas Kristen di Papua terus dibicarakan. Namun perjalanannya STIE OG menuju Universitas tidaklah mudah, tantangan dan hambatan datang. Berkat semangat dan kerjasama dari manajemen Gereja maupun STIE yang terus menyatukan visi untuk mencapai STIE menjadi sebuah Universitas Kristen di Tanah Papua tidak terlepas dari dukungan pihak Gereja dan masyarakat.
Tim lalu mengadakan studi kelayakan untuk sepuluh program studi, rencana induk pengembangan, status universitas dan peraturan kepegawaian sejak itu mulai dipersiapkan, pada Maret 2010, Badan Pengurus YOG mengusulkan peningkatan status dari STIE menjadi universitas dengan menyerahkan dokumen usulan ke DIKTI. Presentasi dilakukan di Hotel Treve Jakarta dengan harapan izin oprasional diperoleh. Harapan itu tidak terwujud karena masih ada persyaratan yang belum dipenuhi, seperti kelengkapan dokumen yang membutuhkan lebih banyak waktu, tenaga, dan juga biaya.
Kesabaran dan terus berusaha telah membuahkan hasil. Untuk perubahan status STIE menjadi Universitas Ottow Geissler Papua membutuhkan waktu hampir dua puluh tahun lebih. Perjuangan itu akhirnya membuahkan keputusan dari Kementerian Pendidikan Nasional pada 23 Maret 2011 melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi nomor : 52/E/O/2011 berisikan Izin Operasional Universitas Ottow Geissler (UOG) Papua di Jayapura. UOG Diresmikan secara langsung oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas RI ) Prof. DR.Ir. KH.Muhammad Nuh,DEA. Akhirnya tanggal 03 Juni 2011 diresmikanlah Universitas Ottow Geissler Papua yang semula bernama STIE Ottow & Geissler Jayapura.
Mendiknas mengingatkan bahwa alam itu memberi pelajaran berharga kepada manusia. Jika ingin membangun, jangan melawan sifat alami dari alam itu sendiri. “Matahari itu terbit dari timur dan terbenam di barat, sudah saatnya membangun dimulai dari timur. Sudah ditakdirkan Papua itu ada ufuk timur dan menjadi bagian dari negara Indonesia yang paling timur,” kata Muhammad Nuh.
Menteri juga mengingatkan tentang banyak kasus yang terjadi, setelah universitas berjaya tidak sedikit yang berseteru dan bermasalah dengan yayasannya atau pihak lain yang mengklaim sebagai pemilik universitas. Tetapi untuk UOG, Ijin operasional dan dukungan sudah jelas diberikan kepada Yayasan Ottow Geissler.
Pemerintah sangat mendukung pendirian Universitas Kristen ini, sebagai bentuk kebijakan pendidikan nasional yang non diskrimianatif, Kementerian Pendidikan Nasional memberikan bantuan sebuah Laboratorium Informatika dan Teknologi (IT). Dipilih Laboratorium IT, karena pemerintah beranggapan saat ini semua bidang ilmu apa saja membutuhkan IT. “Dengan adanya laboratorium IT semua jurusan bisa memanfaatkannya.” Lanjut Menteri.
Muhammad Nuh juga sangat mendukung para dosen UOG yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dan S3. Bukan sekedar dukungan, tapi Kementerian Pendidikan Nasional akan menyiapkan beasiswa bagi para dosen dimana saja, di Uncen ataupun ke luar negeri. Pemerintah sangat mendukung dengan memberi bantuan biaya pendidikan sampai biaya hidupnya. Beasiswa ini berlaku untuk semua bidang ilmu. “Hanya kalau ingin keluar negeri tolong disiapkan kemampuan bahasa asingnya. Kami juga mengharapkan para dosen muda, sebab masa depan kita terletak pada yang muda-muda, tapi harus langsung teken kontrak setelah selesai kembali ke UOG,” lanjut Menteri.
UOGP kini tengah menyiapkan konsep perencanaan ke depan untuk memajukan UOG. Dengan luas bangunan seluas 17.472 meter persegi dari keseluruhan lahan kurang lebih 30 hektar, memposisikan UOG sangat potensial dalam mengembangkan universitasnya. Rencananya lahan akan dipersiapkan untuk membangun sarana dan prasarana kampus tanpa melupakan penataan lingkungan yang hijau sehingga mahasiswa tidak dikelilingi dengan tembok bangunan, tetapi keasrian juga diperhatikan demi kenyamanan suasana belajar mengajar di UOG.
Manajemen dalam pengelolaan yayasan UOG juga menyiapkan tenaga akademik dan penunjang akademik yang bermutu supaya dapat mengelola manusia dan fasilitas kampus UOG. Untuk itu diperlukan biaya operasional yang diperkirakan mencapai dua ratus empat puluh satu miliar lebih. Dana sebesar itu dipergunakan untuk mengelola kantor (Rektor, Dosen dan Staf Administrasi), penyediaan gedung kuliah (kelas, Laboratorium, dan ITC, Perpustakaan, Standar Center, Auditorium dan Conventions Hall, Asrama putera dan puteri, Small Heath Care Unit (SHCU) dan Centeral Submerged Water. Dana juga untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan mempekerjakan tenaga akdemik dan penunjang akademik yang bermutu. Dengan sepuluh program studi jenjang strata satu (S1) yang ada di UOG. Yaitu pada Fakultas Ekonomi dengan program studi Manajemen, Ilmu Ekonomi Pembangunan dan Akuntansi. Kemudian Fakultas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan dengan program studinya adalah Agroekoteknologi, Agribisnis, Kehutanan dan Manajemen Sumber Daya Pesisir. Dan pada Fakultas Sains dan Teknologi dengan program studi yaitu Biologi, Teknik Geologi dan Sistem Informasi.
Ketua yayasan UOGP, Alex Hesegem mengacu pada motto UOG adalah “Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian”. Karena itu UOG merupakan lembaga perguruan tinggi yang bernaung di bawah GKI maka Tri pangilan Gereja juga tercakup didalamnya yaitu “Bersekutu, Bersaksi dan Melayani”.
UOG berkomintmen mensinergikan kedua pilar Tri Dharma pendidikan (pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada mayarakat) dan Tri Panggilan Gereja dengan tujuan kelak menghasilkan lulusan-lulusan yang bermoral dan menghasilkan karya-karya akademik yang berguna bagi masyarakat, gereja dan Negara. UOG mau mengubah pandangan masyarakat umum bahwa sebuah perguruan tinggi tidak lagi dipandang sebagi tempat mencari ijazah atau gelar saja.
Perjuangan UOG masih panjang. Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem yang mewakili Pemerintah Provinsi Papua pada kesempatan peresmian tersebut mengatakan bahwa peristiwa ini merupakan salah satu rangkaian dari upaya memajukan dunia pendidikan dan meningkatkan sumber daya manusia di Papua khususnya.
“Dulu ketika pendidikan di Tanah Papua dikelola oleh gereja semua orang dapat sekolah dengan baik dan memiliki sumber daya manusia yang maju serta berkualitas juga siap pakai. Itu karena gereja menempatakan diri bukan hanya sebagai pembawa Injil pada masyarakat tetapi juga melaksanakan misi kemanusiaan yaitu memanusiakan orang Papua agar bisa maju,” kata Hesegem.
Hesegem menilai kondisi masyarakat Papua saat ini berada dalam dilema, tetapi mau tidak mau orang Papua harus bisa menolong dirinya sendiri. Karena itu sebagai pemerintah daerah akan terus membantu UOG agar dapat berkembang menjadi lebih baik. “Saat ini perkembangan universitas di Papua dan Papua Barat sudah maju pesat. Jadi kalau bisa Kementerian Pendidikan melalui Dirjen perguruan tinggi bisa ada Kopertis 13 di Papua. Jadi kalau ada urusan tidak terlalu jauh ke Jakarta,” lanjut Hesegem.
Tetapi atas nama pemerintah daerah Papua, yayasan OG dan gereja, mengucapkan terima kasih kepada Menteri pendidikan, Dikti dan stafnya. Khusus kepada wakil menteri pendidikan Karena sudah ikut bergumul untuk dapat bersama-sama membesarkan Indonesia dari timur ke barat dalam pendidikan. Indonesia akan jaya, besar dan sejahtera karena ada Papua. Tapi kami tidak mau lagi Papua datang dengan kebodohan tapi harus datang dengan kepandaian dan kepintaran untuk bekerjasama ciptakan pembangunan dari timur Indonesia.” Lanjut Hesegem
Willem Wandik. SE. M.Si salah seorang alumni STIE ( sekarang menjabat Kepala Bappeda Kabupaten Puncak saat itu) yang juga hadir dalam acara peresmian UOG kepada reporter di Suara Perempuan Papua mengatakan bahwa lulusan dari STIE sudah banyak yang menjadi SDM yang handal dan siap pakai. Hal itu sudah terbukti di beberapa instansi pemerintah maupun swasta, yang dapat diartikan sudah saatnya STIE untuk menjadi universitas karena sudah memenuhi syarat.
“Sekarang tinggal bagaimana peran alumni dalam memberikan dukungan kepada Yayasan Ottow dan Geissler supaya terus memberikan yang terbaik kepada mahasiswa-mahasiswi yang memiliki kompetensi di masing-masing program studi yang ada, terutama anak-anak Papua.